Senin, 07 Maret 2011

menahan emosi

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata:
أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصِنِي قَالَ لَا تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَارًا قَالَ لَا تَغْضَبْ
“Seorang laki-laki berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Berilah aku wasiat?” Beliau bersabda, “Janganlah kamu marah.” Laki-laki itu mengulangi kata-katanya, tapi beliau tetap bersabda, “Janganlah kamu marah.” (HR. Al-Bukhari no. 6116)
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ
“Bukanlah orang yang kuat adalah orang yang bisa mengalahkan orang lain, tapi orang yang kuat adalah orang yang dapat menahan emosinya ketika dia marah.” (HR. Al-Bukhari no. 6114 dan Muslim no. 2608)
Dari Abu Dzar radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada kami:
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ
“Jika salah seorang dari kalian marah dan dia dalam keadaan berdiri, maka hendaklah dia duduk. Jika rasa marahnya hilang (maka itu yang dikehendaki), jika tidak maka hendaklah dia berbaring.” (HR. Abu Daud no. 4782 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Al-Misykah 5114)
Sulaiman bin Shurd radhiallahu anhu berkata: Ada dua orang yang saling mencerca di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sementara kami duduk-duduk di samping beliau. Salah seorang dari keduanya mencerca yang lainnya karena marah, hingga wajahnya memerah. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنِّي لَأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ لَوْ قَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
“Sesungguhnya saya mengetahui suatu kalimat yang apabila dia membacanya, niscaya akan hilang (kemarahan) yang dia rasakan. Sekiranya dia membaca: ‘AUDZU BILLAHI MINASY SYAITHANIR RAJIM.” (HR. Al-Bukhari no. 5115 dan Muslim no. 2610)

Penjelasan Ringkas:
Marah adalah kebalikan dari sabar, karenanya jika sabar merupakan akhlak yang mulia maka marah merupakan akhlak yang tercela. Hal itu karena marah biasanya akan menyeret pelakunya pada perkara-perkara yang tidak terpuji bahkan pada perkara-perkara yang dia sendiri tidak senangi, dan dia baru menyadari kesalahan besarnya setelah marahnya hilang padahal dia sudah tidak bisa lagi memperbaiki apa yang telah dia rusak.

Betapa banyak kasus perceraian (talak 3) yang terjadi akibat kemarahan sesaat, dan setelah emosinya reda dia ingin kembali kepada istrinya padahal dia tidak mungkin lagi untuk kembali, kecuali setelah istrinya menikah dengan lelaki lain. Betapa banyak pembunuhan yang terjadi baik antara keluarga dekat maupun antara teman yang diakibatkan oleh emosi sesaat yang tidak terkontrol, nas`alullahas salamah wal afiyah.

Kemarahan berasal dari Iblis, karena dialah makhluk yang pertama kali marah dengan ketetapan Allah, sehingga lahirlah hasad dan penentangan kepada Allah Ta’ala yang membuatnya dilaknat oleh Allah selama-lamanya. Karenanya sangat wajar jika Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan bahwa sifat marah ini termasuk dari rukun-rukun kekafiran, yakni perkara yang bisa mengantarkan seseorang kepada kekafiran. Maka tatkala dia berasal dari fitnah setan, maka Nabi shallallahu alaihi wasallam sangat bersemangat untuk menjaga umatnya dari fitnah ini, baik dalam bentuk pencegahan maupun dalam bentuk pengobatan. Pencegahan dengan cara mewasiatkan umatnya untuk tidak marah, sementara pengobatan dengan cara membaca ta’awudz dan merubah posisi tubuh ketika marah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar