Senin, 07 Maret 2011

Belajar Dari Kisah Qarun

Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ قَارُونَ كَانَ مِن قَوْمِ مُوسَى فَبَغَى عَلَيْهِمْ وَآتَيْنَاهُ مِنَ الْكُنُوزِ مَا إِنَّ مَفَاتِحَهُ لَتَنُوءُ بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ إِذْ قَالَ لَهُ قَوْمُهُ لا تَفْرَحْ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ. وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ. قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِندِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِن قَبْلِهِ مِنَ القُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا وَلا يُسْأَلُ عَن ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ .فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنيَا يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ. وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِّمَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا وَلا يُلَقَّاهَا إِلاَّ الصَّابِرُونَ. فَخَسَفْنَا بِهِ وَبِدَارِهِ الأَرْضَ فَمَا كَانَ لَهُ مِن فِئَةٍ يَنصُرُونَهُ مِن دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ المُنتَصِرِينَ. وَأَصْبَحَ الَّذِينَ تَمَنَّوْا مَكَانَهُ بِالأَمْسِ يَقُولُونَ وَيْكَأَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَن يَشَاء مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَوْلا أَن مَّنَّ اللَّهُ عَلَيْنَا لَخَسَفَ بِنَا وَيْكَأَنَّهُ لا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ. تِلْكَ الدَّارُ الآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الأَرْضِ وَلا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
”Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: “Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri”. Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” Karun berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.” ”Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: “Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar”. Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu kecuali oleh orang-orang yang sabar.” Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya). Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu. berkata: “Aduhai. benarlah Allah melapangkan rezki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (ni`mat Allah).” Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Qashash: 76-83)

Tafsiran ayat:
Berikut kami bawakan terjemahan tafsiran ayat-ayat di atas dari kitab Shahih Tafsir Ibnu Katsir karya Asy-Syaikh Mushthafa Al-Adawi hafizhahullah pada surah Al-Qashash:

”Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: “Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri”. Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Dari Ibnu Abbas dia berkata tentang firman Allah, ”Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa,” dia adalah sepupunya.” Ibnu Juraij berkata, “Mayoritas ulama berpendapat bahwa dia adalah sepupu Musa,” wallahu a’lam.
Firman-Nya, “Dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan,” yakni: Harta-harta “yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat,” yakni: Sekelompok orang betul-betul tidak bisa mengangkatnya karena jumlahnya yang sangat banyak.
Firman-Nya, “(Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: “Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri,” yakni: Orang-orang saleh kaumnya mengingatkan kesalahannya, mereka berkata -sebagai bentuk nasehat dan tuntunan: Janganlah kamu berbangga dengan apa yang kamu miliki, maksud mereka: Janganlah kamu bersikap sombong dengan semua harta yang kamu miliki, “sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri,” ada yang mengatakan: Maksudnya: Orang-orang yang angkuh dan ada yang mengatakan: Maksudnya: Orang-orang yang berbangga lagi sombong, yang tidak bersyukur kepada Allah atas semua yang telah Dia berikan kepada mereka.
Firman-Nya, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi,” yakni: Gunakanlah apa yang Allah berikan kepadamu berupa harta yang sangat banyak dan nikmat yang melimpah ini pada jalan ketaatan kepada Rabbmu dan taqarrub kepada-Nya dengan berbagai bentuk ibadah, yang dengannya kamu akan mendapatkan pahala di dunia dan akhirat. “Dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi,” yakni: Dari apa yang Allah bolehkan, berupa berbagai jenis makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan pernikahan. Karena sesungguhnya Rabbmu mempunyai hak atas tubuhmu, dirimu mempunyai hak atas tubuhmu, keluargamu mempunyai hak atas tubuhmu dan istrimu mempunyai hak atas tubuhmu, maka berikanlah setiap pemilik hak sesuai dengan haknya. “Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu,” yakni: Berbuat baiklah kamu kepada para makhluk-Nya sebagaimana Dia telah berbuat baik kepadamu, “dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi,” yakni: Janganlah tujuan kamu -dengan keadaan kamu sekarang- untuk membuat kerusakan di muka bumi dan berbuat jelek kepada makhluk Allah. “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

”Karun berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.”
Allah Ta’ala berfirman, mengabarkan tentang jawaban Karun kepada kaumnya, ketika mereka menasehatinya dan menunjukkan kebaikan kepadanya. ”Karun berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku,” yakni: Saya tidak butuh nasehat kalian, karena Allah Ta’ala memberikan harta ini kepadaku hanya karena Dia mengetahui bahwa saya berhak untuk menerimanya dan karena Dia mencintaiku. Maka kalimat sebenarnya adalah: Tidaklah saya diberikan semua harta ini kecuali karena ilmu Allah tentang diriku bahwa saya memang pantas menerimanya. Ini seperti firman Allah Ta’ala, “Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya ni`mat dari Kami ia berkata: “Sesungguhnya aku diberi ni`mat itu hanyalah karena kepintaranku,” (QS. Az-Zumar: 49) yakni: Karena ilmu Allah tentang diri saya. Juga seperti firman Allah Ta’ala, “Dan jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata: “Ini adalah hakku,” (QS. Fushshilat: 50) yakni: Saya berhak untuk mendapatkannya. Karenanya Allah Ta’ala berfirman, membantah sangkaannya bahwa Allah memberikan harta itu kepadanya karena perhatian-Nya kepadanya, “Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta?” yakni: Sungguh telah ada orang yang lebih banyak hartanya daripada dia akan tetapi pemberian itu bukan karena Kami mencintai orang itu, sungguh Allah telah membinasakan mereka bersamaan dengan banyaknya harta mereka, karena kekafiran dan ketidaksyukuran mereka. Karenanya Allah Ta’ala berfirman, “Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka,” yakni: Karena terlalu banyaknya dosa mereka. Imam Abdurrahman bin Zaid bin Aslam telah menafsirkan ayat ini dengan penafsiran yang sangat bagus, beliau berkata tentang firman-Nya, ”Karun berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.” Seandainya bukan karena keridhaan Allah kepadaku dan pengetahuan Dia akan keutamaanku, niscaya Dia tidak akan memberikan harta ini kepadaku.” Beliau membaca, “Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta?” sampai akhir ayat lalu, beliau berkata, “Demikianlah yang senantiasa dikatakan oleh orang yang sedikit ilmunya, jika dia melihat orang yang Allah luaskan rezekinya, dia mengatakan, “Seandainya dia tidak berhak menerimanya niscaya dia tidak akan diberikan hal itu.”

”Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: “Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar”. Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu kecuali oleh orang-orang yang sabar.”
Allah Ta’ala berfirman, mengabarkan tentang Karun bahwa suatu hari dia, para pelayan dan penjaganya keluar menemui kaumnya dengan memakai perhiasan yang besar dan penampilan yang mengagumkan, berupa hewan tunggangan yang banyak dan pakaian yang banyak. Tatkala orang yang menginginkan kehidupan dunia dan yang condong kepada kemegahan dan perhiasannya melihatnya, mereka pun berangan-angan seandainya mereka juga mempunyai seperti apa yang diberikan kepada Karun. Mereka berkata, “Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar,” yakni: Bagian yang sangat besar di dunia. Ketika orang-orang yang mempunyai ilmu yang bermanfaat dari kaumnya mendengarkan ucapan mereka, mereka berkata kepada mereka, “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh,” yakni: Pembalasan Allah kepada para hamba-Nya yang beriman lagi saleh di negeri akhirat, itu lebih baik daripada apa yang kalian lihat. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang shahih, “Allah Ta’ala berfirman, “Saya telah mempersiapkan untuk hamba-hambaKu yang saleh, sesuatu yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga dan tidak pernah terbetik di dalam hati manusia.” Bacalah jika kalian mau, “Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam ni`mat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. As-Sajadah: 17)
Firman-Nya, “Dan tidak diperoleh pahala itu kecuali oleh orang-orang yang sabar,” As-Suddi berkata, “Tidak ada yang akan memperoleh surga kecuali orang-orang yang bersabar.” Seakan-akan beliau menjadikan potongan ayat ini sebagai lanjutan ucapan orang-orang yang berilmu dari kaumnya Karun di atas. Ibnu Jarir berkata, “Tidak ada yang mengucapkan ucapan ini kecuali orang-orang yang bersabar dari mencintai dunia dan mereka mengharapkan negeri akhirat,” seakan-akan beliau menjadikan potongan ayat ini bukan bagian dari ucapan mereka, dan beliau menganggap ini termasuk dari firman dan pengabaran Allah Ta’ala tentangnya.

”Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya). Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu. berkata: “Aduhai. benarlah Allah melapangkan rezki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (ni`mat Allah).”
Setelah Allah Ta’ala menyebutkan kesombongan Karun dengan semua kemegahannya, kesombongannya terhadap kaumnya dan pelampauan batasnya kepada mereka, Allah menyebutkan setelahnya bahwa Dia menenggelamkan Karun dan rumahnya ke dalam tanah. Sebagaimana yang tsabit dalam Ash-Shahih dari Salim, bahwa ayahnya bercerita kepadanya dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda, “Ada seorang laki-laki yang menyeret pakaiannya di tanah lalu tiba-tiba dia ditenggelamkan ke dalam tanah, maka dia terbenam di dalam bumi sampai hari kiamat.”
Firman Allah Ta’ala, “Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya),” yakni: Semua hartanya, apa yang telah dia kumpulkan, para pelayan dan penjaganya tidak bisa memberikan manfaat kepadanya dan mereka tidak bisa melindungi dirinya dari hukuman, azab dan siksaan Allah, dan tidak pula dia bisa menolong dirinya sendiri. Maka dia tidak mempunyai seorang penolong pun, tidak dari dirinya dan tidak pula dari orang lain.
Firman Allah Ta’ala, “Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu,” yakni: Orang-orang yang tatkala mereka melihatnya memakai semua perhiasannya, mereka berkata, “Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.” Maka tatkala dia ditenggelamkan, mereka pun berkata, “Aduhai. benarlah Allah melapangkan rezki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya,” yakni: Harta tidaklah menunjukkan keridhaan Allah kepada pemiliknya, karena Allah memberikan dan menahan harta, menyempitkan dan meluaskan rezeki, merendahkan dan meninggikan derajat dan hanya milik-Nya hikmah yang sempurna dan hikmah yang mendalam.
Firman Allah Ta’ala, “Kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula),” yakni: Seandainya bukan karena kelembutan dan kebaikan Allah kepada kami, niscaya Dia telah menenggelamkan kami sebagaimana Dia telah menenggelamkan Karun, karena kami telah berharap agar bisa menjadi seperti dirinya. “Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (ni`mat Allah),” maksud mereka: Karun adalah orang yang kafir dan orang yang kafir itu tidak beruntung di sisi Allah, di dunia dan tidak pula di akhirat.
Para ulama nahwu berbeda pendapat tentang makna firman-Nya, “Wayka`annahu.” Sebagian mereka mengatakan: Maknanya adalah “Waylaka i’lam anna,” (Kecelakaan atasmu, ketahuilah sesungguhnya) akan tetapi dipermudah pengucapannya. Ada yang mengatakan: “Wayka,” dan difathahnya huruf hamzah pada kata ‘anna’ menunjukkan adalah kata ‘i’lam’ yang dihilangkan, dan pendapat ini dilemahkan oleh Ibnu Jarir. Yang nampak, pendapat ini cukup kuat, dan pendapat ini tidak dipermasalahkan kecuali karena dimushaf tertulis ‘wayka`anna’, akan tetapi penulisan mushaf adalah masalah istilah, sedangkan yang menjadi rujukan adalah lafazh bahasa Arab, wallahu a’lam.
Ada yang mengatakan: Makna ‘wayka`anna’ adalah ‘alam taro anna’ (tidakkah kamu melihat bahwa), ini dikatakan oleh Qatadah. Ada yang mengatakan: Maknanya: ‘Way ka`anna’, Allah memisahkannya dan menjadikan ‘way’ sebagai huruf yang menunjukkan makna takjub atau peringatan, ‘ka`anna’ maknanya adalah ‘saya mengira dan menyangka’. Ibnu Jarir berkata, “Pendapat yang paling kuat dari semua pendapat ini adalah pendapat Qatadah, yang mengatakan bahwa maknanya adalah: Tidakkah kamu melihat.” Dia berdalilkan dengan ucapan seorang penyair:
“Kedua perempuan itu meminta cerai kepadaku ketika keduanya melihat saya mempunyai harta yang sedikit, sungguh kalian berdua telah melakukan sesuatu yang mungkar kepadaku. Tidakkah kamu melihat orang yang mempunyai hubungan dengan orang lain maka dia akan dicintai, dan orang yang membutuhkan maka dia akan hidup dengan kehidupan yang susah.”

”Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa. Barangsiapa yang datang dengan (membawa) kebaikan, maka baginya (pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan barangsiapa yang datang dengan (membawa) kejahatan, maka tidaklah diberi pembalasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan (seimbang) dengan apa yang dahulu mereka kerjakan.”
Allah Ta’ala mengabarkan bahwa negeri akhirat dan kenikmatannya yang kekal yang tidak akan hilang dan tidak akan sirna, Dia memperuntukkannya kepada hamba-hambaNya yang beriman lagi tawadhu’ dan tidak ingin menyombongkan diri di muka bumi, yakni: Merasa lebih tinggi, lebih besar dan lebih hebat daripada makhluk Allah lainnya, dan tidak pula ingin berbuat kerusakan di tengah-tengah mereka. Kerusakan yang dimaksud di sini adalah mengambil harta tanpa hak, dan ada yang mengatakan: ”Orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri,” merasa hebat dan berbangga “dan berbuat kerusakan di (muka) bumi,” dengan mengamalkan banyak maksiat.
Telah tsabit dalam Ash-Shahih dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya telah diwahyukan kepadaku, “Hendaknya kalian tawadhu agar tidak ada seorang pun yang berbangga di hadapan siapa pun dan tidak ada seorang pun yang melampaui batas kepada siapa pun. ”
Adapun jika seseorang menyukai hal itu hanya sebatas cita-cita, maka itu tidak mengapa. Telah tsabit bahwa seseorang laki-laki pernah berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, sesungguhnya saya senang kalau selendang dan sandalku indah, apakah itu termasuk kesombongan?” Maka beliau bersabda, “Tidak, sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai sesuatu yang indah. ”
Firman-Nya, “Barangsiapa yang datang dengan (membawa) kebaikan,” yakni: Pada hari kiamat “maka baginya (pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu,” yakni: Pahala Allah lebih baik daripada kebaikan hamba, bagaimana tidak padahal Allah melipatgandakannya dengan pelipatgandaan yang banyak. Maka ini adalah penjelasan tentang keutamaan Allah.
Kemudian Allah berfirman, “Dan barangsiapa yang datang dengan (membawa) kejahatan, maka tidaklah diberi pembalasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan (seimbang) dengan apa yang dahulu mereka kerjakan,” sebagaimana firman Allah dalam ayat yang lain, “Dan barangsiapa yang membawa kejahatan, maka disungkurkanlah muka mereka ke dalam neraka. Tiadalah kamu dibalasi, melainkan (setimpal) dengan apa yang dahulu kamu kerjakan.” (QS. An-Naml: 90) Dan ini adalah penjelasan tentang keputusan dan keadilan Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar