Minggu, 06 Maret 2011

hukum bayi tabung

Adapun masalah bayi tabung, maka berikut ucapan dari Muhaddits Al-Ashr, Asy-Syaikh Muhammad Al-Albani -rahimahullah- ketika menjawab pertanyaan yang senada dengannya dalam Fatawa Al-Mar`ah Al-Muslimah hal. 288. Beliau berkata, “Tidak boleh, karena resiko minimal yang muncul dari proses pengambilan sperma (sel telur) wanita tersebut adalah si dokter (laki-laki) akan melihat aurat wanita lain, sedangkan melihat aurat wanita lain hukumnya adalah haram dalam pandangan syariat, sehingga hal ini tidak boleh dilakukan kecuali dalam keadaan darurat.
Sementara tidak mungkin terbayangkan ada keadaan darurat dimana seorang lelaki terpaksa harus memindahkan spermanya ke istrinya dengan cara yang haram ini. Apalagi hal itu beresiko si dokter akan melihat aurat wanita tersebut, dan ini pun tidak boleh.
Dari sisi lain, menempuh cara ini merupakan sikap taklid terhadap peradaban orang-orang barat dalam perkara yang mereka senangi atau (sebaliknya) mereka hindari.
Seseorang yang menempuh cara ini untuk mendapatkan keturunan hanya karena belum diberi rizki oleh Allah berupa anak dengan cara alami (melalui jima’), maka perbuatannya ini menunjukkan dia tidak ridha terhadap takdir dan ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala atasnya.
Kalau Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan dan membimbing kaum muslimin untuk mencari rizki berupa penghasilan dan harta dengan cara yang halal, maka lebih-lebih lagi tentunya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan dan membimbing mereka untuk menempuh cara yang sesuai dengan syariat (halal) dalam mendapatkan anak.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar